Karya Jek Atapada

 

Di bilik pengasingan ini  jemariku tak lagi bebas mengetuk tuts-tuts tubuhmu

Seiring  hiruk cemas yang merembes dari paru-paru kota

Tajam kabar wabah corona menelusuk sampai tirai meja makan

Menempel  sengat pada daun pintu kamar  sampai bentang tikar surau

 

Angka statistik pesakit menggenangi kolom koran

Menyeduh kopi wasangka bercangkir  mendung di ubun batin

Pun deret opini di bahu jalan memasung rindu dalam kawah gerun

 

Riak rahayu tempat kita bercumbu kini tersedak bayang termometer suhu

Mungkin pucuk ranum di dahan harap pun kelak melepuh

 

Seawas apa hatimu, Carola,

Ketika tenggorokmu diketuk batuk hingga binar matamu menciut

Lalu kau bermimpi tetanggamu menodongkan pisau curiga?

Begitulah intim pelukan ibu pecah di celah rekah hari

Saat  orang-orang mengisap liur bimbang dari tangkai kabar gadungan

 

Doa-doaku terasa sendiri memikul bebannya

Seletih gelintir ciuman yang kangen manja bibirmu

Meski telah kutawan dalam beku kulkas kelesah

Karena bayangmu rusuh menyumbat  kanal kalbu

 

Bukan taring  corona yang kutakuti tetapi pilar sakral yang kian  kasang

Tempat menambat bait doa itu dililit terik gamang 

 

Mestinya kita menegak perisai dalam untai tasbi yang teguh

Pecahkan kabut  kelam  dengan gada rasa yang cerah

Mestinya  corona tak hanya secawan petaka

Tetapi juga segenggam api permurni jiwa

     

Kupang, 22 Maret 2020



Puisi ini lolos kurasi program menulis puisi bertema "korona", oleh Yayasan Dapur Sastra Jakarta

 

Post a Comment

Jangan lupa tulis komentarmu di kolom komentar

Lebih baru Lebih lama