Setelah menjalani pemeriksaan dokumen perjalanan, sekarang saya berada di ruang tunggu pesawat dengan tujuan penerbangan Jakarta. Dari Bandara El Tari Kupang saya akan transit di Jakarta kemudian melanjutkan perjalanan ke Bandara Kualanamu Medan. Saya pergi bersama calon istri saya ke sana untuk urusan keluarga.

Perjalanan di tengah pandemi covid 19 memang merupakan suatu hal yang  agak mencemaskan saya beberapa hari sebelum berangkat. Setelah menjalani tes swab antigen pada hari kemarin dan dinyatakan negatif covid 19 barulah saya agak tenang. Namun, resiko penularan di perjalanan masih mengusik pikiran saya. 

Memasuki Bandara El Tari Kupang, semua kami menerapkan  protokoler kesehatan  (prokes) secara ketat, terutama penggunaan masker dan penerapan distancing social. Para petugas selalu mengingatkan jika ada di antara kami yang lalai menerapkan prokes secara benar. Saya sendiri menjalani prokes dengan sangat ketat dan diawasi oleh dua pihak,  pertama, pihak petugas bandara, kedua, pihak wanita yang sedang bersama saya. Dan, tentu, pengawasan pihak kedua ini lebih ketat dan lebih banyak protokol tambahannya. Wahai,  seandainya di luar sana pun kita dapat hidup dengan menerapkan protokoler kesehatan yang ketat tanpa diawasi oleh pihak lain, niscaya dengan sendirinya prestasi penularan covid 19 akan menurun bahkan hilang.

Beberapa saat kemudian kami dipersilakan naik ke pesawat. Pramugari cantik menyapa kami dengan perilaku kelembutannya yang telah distel sedemikian rupa sehingga menebar pesona. Sampai saya terpesona namun kemudian pesona itu raib karena terpantau radar pengawasan pihak kedua. Saya pun bergegas menuju tempat duduk dan mendaratkan tubuh di sana. Ternyata banyak kursi kosong di deret belakang. Pramugari menawarkan kami untuk dapat memilih sesuka hati tempat duduk yang masih kosong tersebut. Seorang pria tambun di samping saya meloncat meninggalkan tempat duduknya dan memilih salah satu tempat duduk lain yang kosong tersebut. Saya bersyukur atas tindakan pria tersebut dan mengambil alih bekas tempat duduknya, tepat di sisi jendela. Di depan jendela saya telah mendapat kesempatan untuk menikmati wajah pramugari, eh, menikmati pemandangan alam selama dalam perjalanan.

Langit Kota Kupang yang cerah memberi dirinya dicucuk moncong pesawat. Beberapa saat kemudian, dari ketinggian, Kota Kupang terlihat seperti miniatur. Sensasi perjalanan mempermainkan saya, membawa saya pada kenangan perjalanan  ke Tanah Borneo beberapa tahun silam bersama rombongan guru SM3T (Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar, Terpencil). Entah kenapa, dalam setiap perjalanan ke suatu tempat saya selalu merasakan sensasi perjalanan yang membawa pengertian bahwa  saya akan mengunjungi salah satu kamar di rumah besar saya, Indonesia. Mungkin itu pengaruh rasa nasionalisme dalam diri saya yang telah digembleng saat mengikuti program SM3T dulu.

Ketika memasuki Pulau Jawa, langit mendung. Badang pesawat gemetar dililiti awan dan kabut, menggetarkan hati para penumpang. Namun, saya merasa aman-aman saja. Mungkin itu berkat pengalaman saya waktu berada di daerah SM3T. Di sana, transportasi satu-satunya menggunakan pesawat Susy Air berukuran kecil dengan kapasitas penumpang sekitar lima orang saja,  ditambah pilot. Jadi, goncangan-goncangan seperti ini sudah  menjadi rekan seperjalanan saya waktu masih di sana. Hanya ada beberapa momen yang muncul secara bersamaan dan membuat nyali saya sedikit menciut: saat jarak pandang berkurang, saat mata hati terpejam, dan saat iman tersekat kebimbangan.

Akhirnya kami mendarat mulus di Bandara Soekarno Hatta-. Kursi-kursi di ruang transit telah siap menemani  kami enam jam ke depan. Untung saat check in tadi di Bandara El Tari Kupang, petugas  telah bermurah hati membantu kami melakukan sekaligus check in transit pada Bandara Soekarno Hatta sehingga di sini kami tidak perlu melapor sana sini. Kami hanya  kerepotan  menemukan  ruang tunggu keberangkatan kami. Setelah melihat sana-sini, kode ruang tunggu yang tertera dalam tiket kami tidak kami temukan. Akhirnya kami bertanya kepada petugas bandara. Ternyata ruangan yang kodenya tertera dalam tiket kami itu belum dibangun. Lho, kok bisa begitu? Edan.

Lalu kami di arahkan ke salah satu ruang tunggu di depan pintu keberangkatan nomor 18. Sekitar setengah kilo meter dari ruang pemeriksaan jaraknya. Kami bergegas ke ruang tunggu tersebut dan beristerahat. Selama di tempat ini saya lebih memperhatikan protokol kesehatan. Maklumlah, kasus lonjakan penularan covid 19 di Jakarta pada saat ini sangat tinggi. Setiap kali menyentuh permukaan benda seperti kursi dan tembok saya langsung membasuh tangan dengan cairan pembersih tangan. Saat saya membeli kopi, saya pun membersihkan sedotannya dengan cairan pembersih tangan. Akibatnya rasa kopi menjadi aneh dan cairan pembersih yang tadinya masih sekitar setengah botol terkuras hingga hampir habis. 

Saat saya lagi sibuk menerapkan protokol kesehatan, datanglah seorang pemuda yang tidak mengenakan masker lalu duduk di dekat saya dan bercerewet dengan rekan-rekannya. Dengan dongkol saya pindah kursi, menjahui pemuda yang tidak peduli terhadap dirinya, keluarganya, tidak peduli dengan bangsa dan negaranya yang sedang sibuk menghadapi ancaman pandemi covid-19. Kalau semua orang berkelakuan seperti ini hancurlah kita. Untung saja masih ada orang yang masih peduli terhadap keadaan pandemi di saat ini, ya, orang-orang seperti saya dan Anda.

Lima jam kemudian kami bertanya kepada seorang petugas tentang kepastian pintu keberangkatan kami. Sudah lima jam menunggu, eh  ternyata salah tempat. Kami diarahkan  ke pintu 27. Satu jam menungu, petugas pintu 27 mengumumkan bahwa pesawat kami sudah menungu di pintu nomor 22. Bersama penumpang lain kami menyeret koper dan bergegas ke pintu tersebut, melewati gerbang pemeriksaan dan naik ke pesawat.  Dari Jakarta, penerbangan  ke Bandara Kualanamu Medan memakan waktu sekitar satu setengah jam. Kami terbang seperti biasa sehingga tidak perlu diceritakan panjang lebar.

Sekitar pukul 16.00 Pesawat mendarat di Bandara Kualanamu. Kami berjejer masuk ke ruang kedatangan dan mengantre bagasi. Setelah mengambil bagasi, nona di samping saya memandu saya menuju tempat perhentian bus. Sesampai di sana ternyata tidak ada satupun bus yang kami temukan. Untuk menghindari ocehan para driver grab, kami memutuskan untuk melepas penat dengan memesan teh panas. Dengan demikian ada tiga keuntungan yang kami peroleh: pertama, driver grab tidak tahu bahwa kami sedang bingung mencari tempat perhentian bus, kedua, tubuh kami segar oleh minuman panas, ketiga, saya dapat bergaya di depan kamera ponsel sambil minum teh di Bandara Kualanamu.  Namun sialnya, teh saya tersenggol tangan dan tumpah ke atas meja. Di bawah lolotan mata nona Batak di depan saya dan pandangan orang-orang sekitar, dengan cuek saya mengambil tisu dan mengelap meja di depan saya kemudian kembali menikmati sisa minuman. Maka, keuntungan ketiga tidak saya peroleh. Tidak etis tiba-tiba ber-selfie di depan banyak orang yang baru saja menyaksikan Anda melakukan kesalahan. 

Setelah melepas penat barulah kami mendapat informasi dari satpam bahwa terminal bus telah dipindahkan. Ternyata kami salah lagi. Berpedoman arahan dari satpam, kami menuju ke tempat perhentian bus dan naik bus menuju Kota Medan.

                “Selamat datang di Medan, Kak”,

Di ponsel muncul sebuah pesan dari calon adik ipar saya yang akan menjumpai kami di hotel nanti. Saya tersenyum. Ternyata saya akan punya adik di Medan. Selain punya orang tua angkat dan keluarga di tanah Dayak, saya juga akan memiliki keluarga di Tanah Batak.  Di saat  nanti setelah Badai covid ini berlalu, di masa liburan saya sudah punya banyak pilihan tempat berlibur, mulai dari Alor, Kupang, Timor, Sumba, Medan, sampai Nunukan. Di sana ada orang-orang yang pernah menyatu bersama saya di dalam kenangan.  Itu belum ditambah sahabat-sahabat saya guru SM3T yang kini tersebar di berbagai pelosok di Indonesia. Ini yang membuat saya semakin merasa bahwa Indonesia adalah rumah besar saya, rumah besar kita semua.   

 

Kota Medan, 25 Juni 2021

Post a Comment

Jangan lupa tulis komentarmu di kolom komentar

أحدث أقدم