Pagi-pagi saya mendengar kabar bahwa ada seorang rekan kami yang sebelumnya akan ditempatkan di daerah Lumbis telah mengajukan permohonan ke pihak Dinas P dan K Kabupaten Nunukan dan telah dipindahkan ke SMP Negeri 2 Krayan Selatan. Itu berarti bertambah lagi satu personel yang akan bertugas di sekolah tersebut. Nama lengkapnya Ferdinan Haba, akrab di sapa Ferdi. Dengan kehadiran Ferdi di sekolah tersebut maka jumlah kami bertambah menjadi lima orang (dua orang ibu dan tiga orang pak) guru SM3T yang akan bersama menjalankan tugas.
Saya tak habis pikir mengapa Ferdi mengajukan permohonan pindah dari daerah Lumbis ke Krayan Selatan. Padahal kami telah tahu sebelumnya bahwa daerah Krayan Selatan adalah daerah yang masih sangat terisolir. Satu-satunya alat transportasi dari Kota Nunukan ke sana hanyalah pesawat capung (pesawat kecil) jenis Susy Air dengan kapasitas muatan hanya sekitar tujuh orang penumpang. Di Krayan Selatan pun belum ada fasilitas seperti bank dan pasar. Harga barang di sana mahal karena semua barang kebutuhan dari kota diangkut menggunakan pesawat. Sedangkan, akses ke daerah Lumbis hanya menggunakan kapal laut. Tentu lebih mudah dan murah perjalanannya. Di suatu saat setelah kami telah bertugas di Desa Binuang – Krayan Selatan, saya bertanya kepada Ferdi akan keputusannya untuk pindah tersebut. Dengan enteng dia menjawab bahwa itu karena dia menyukai tantangan.
Selama setahun bertugas di Desa Binuang Kecamatan Krayan selatan, di mata saya Ferdi tampil sebagai sosok yang cerdas, ulet, berani, dan sangat simpatik. Berawal dari perjalanan dari Kota Nunukan ke Desa Binuang, Ferdi terlihat sangat bersemangat meski pesawat yang kami tumpangi sempat mengalami kerusakan dan kami harus mendarat di Kabupaten Malinau untuk proses perbaikan pesawat. Di saat nyali kami sedang menciut karena harus melanjutkan perjalanan setelah proses perbaikan yang memakan waktu sekitar satu jam itu selesai, Ferdi malah dengan lantang berkata: “catat merek dan nomor pesawat ini. Nanti dalam testimoni kita tulis dan kirim ke Dikti. Biar mereka tahu perjuangan kita.” Sayangnya, waktu itu saya tidak sempat menulis merek dan nomor pesawat yang kami tumpangi karena segenap perasaan dilanda kecemasan.
Di tempat tugas Ferdi dikenal sebagai orang yang cepat beradaptasi dan suka bajalan (banyak kegiatannya). Di antara kami dialah yang paling fasih berbahasa Dayak Lundaye (bahasa daerah setempat). Selain mengajarkan matematikan kepada para siswa di sekolah, Ferdi punya program pemberian les privat secara gratis dari rumah ke rumah bahkan dari kampung ke kampung. Tidak hanya masuk keluar rumah-rumah di Desa Binuang (tempat kami bertugas,) Ferdi rela berjalan kaki menyusuri bantaran sungai mencapai kampung Ba’liku dan Long Padi yang jaraknya cukup jauh hanya untuk memberi les privat matematika kepada anak-anak di kampung tersebut.
Suatu pagi ketika saya dan ketiga rekan serumah hendak ke gereja, Ferdi muncul dari balik pintu. Ternyata dia baru saja datang dari kampung Ba’liku. Melihat kami yang sedang bersiap untuk ke gereja, Ferdi cepat-cepat mengambil handuk untuk mandi. Tiba-tiba dia jatuh di depan saya karena pusing. Saya pun menolongnya berdiri dan memintahnya segera beristerahat. Tetapi Ferdi tidak peduli dengan saran saya. Dia hanya duduk sebentar, meminum air hangat, kemudian mandi dan kami bersama-sama ke gereja. Sepulang gereja dia sudah menghilang lagi. Ternyata dia punya jadwal les seusai gereja.
Di celah-celah kesibukan menjalankan tugas sebagai pendidik, Ferdi punya hobi berburu. Di Krayan Selatan yang waktu itu masih sangat terisolasi, sebagian kebutuhan hidup masih disediakan alam. Untuk mendapat lauk sehari-hari kita dapat berburu binatang liar di hutan atau memancing ikan di sawah dan sungai. Hampir semua hutan tempat perburuan binatang liar di Desa Binuang telah dijejaki kaki Ferdi.
Suatu hari saya dan Ferdi bersama seorang sahabat kami bernama Pak Yutam pergi berburu di salah satu lokasi pemburuan. Kami menempuh perjalanan ke tempat perburuan dengan naik ketinting (perahu kecil yang terbuat dari sebatang pohon) menyusuri kelokan sungai kemudian meninggalkan perahu dan berjalan kaki sekitar empat jam. Tiba di lokasi perburuan Ferdi menunjukkan kepada saya sebuah batu yang telah dia tanam sebagai monumen di tempat itu.
“Ini batu Timor, tanda bahwa orang Timor pernah sampai ke tempat ini,” katanya. Ternyata Ferdi pernah berburuh di tempat tersebut sebelumnya. Malam itu kami nyuar (mencari binatang buruan di malam hari menggunakan suar/ senter) sampai subuh. Alam memberi kami seekor kijang dan seekor landak. Selanjutnya ada beberapa momen berburuh bersama yang sempat kami lakukan bersama. Rasanya seperti baru kemarin kebersamaan itu terjadi.
Sebelum kami pindah ke rumah orang tua angkat, kami tinggal bersama dalam satu mes guru. Mes itu dibagi menjadi dua ruangan. Satu ruangan untuk wanita dan satu ruangan lagi untuk kami para lelaki. Tiap ruangan memiliki satu kamar depan dan dua kamar tidur. Saya sekamar tidur dengan Ferdi. Meski sekamar, Ferdi jarang tidur di mes kami. Dia sering bermalam di rumah siswa untuk memberi les matematika.
Suatu hari, di Bulan Desember, Ferdi masuk ke kamar kami dan mengunci diri. Ia memaku pintu dan jendela kamar dari dalam sehingga pintu dan Jendela tertutup secara permanen. Saya tidak bisa masuk ke kamar dan Ferdi tidak bisa keluar dari kamar. Ternyata hal itu dilakukannya karena Ferdi sangat fobia dengan permainan pembabtisan di lumpur kubangan kerbau.
Di tempat tugas kami, pada momen-momen tertentu seperti pada hari-hari perayaan natal dan tahun baru atau hari-hari besar lainnya ada kebiasaan orang saling menyeret dan mencebur lawannya ke kubangan kerbau atau memandikannya lawan dengan lumpur kubangan. Ini salah satu jenis permainan yang sangat mengasyikkan dan mengakrabkan. Orang yang telah terkena lumpur kubangan akan berusaha menyeret orang lain masuk ke dalam kubangan atau mengambil lumpur kubangan dan berusaha mengoleskan pada tubuh orang lain. Maka terjadilah aksi saling kejar dengan rasa riang gembira. Ferdi pernah mengalami kejadian itu namun aroma lumpur kubangan kerbau membuatnya muntah-muntah. Dari situ dia menjadi fobia terhadap permainan itu.
Entah dari mana isu beredar bahwa ada rencana dari orang-orang tertentu untuk membabtis kami para guru SM3T di kubangan kerbau yang terletak dekat mes tempat kami tinggal. Mendengar itu Ferdi langsung frusturasi dan mengunci diri di kamar. Untung saja bapak wakil kepala sekolah datang dan memberi jaminan kepada Ferdi bahwa tidak ada orang yang akan menyeret Ferdi ke kubangan Kerbau. Mendengar itu barulah Ferdi mau membuka paku-paku pada pintu dan jendela kamar dan keluar dari kamar. Gara-gara kejadian itu, pada hari minggu pengurus gereja langsung memberi pengumuman berupa himbauan kepada setiap warga agar tidak melibatkan kami para guru SM3T dalam permainan tersebut.
Beberapa bulan setelah kami bertugas, kami diambil penduduk setempat menjadi anak angkat mereka. Keluarga John Kefli membabtis Ferdi sebagai bagian dari mereka. Akhirnya Ferdi lebih dahulu meninggalkan kami dan pindah ke rumah orang tua angkatnya. Kami menambahi nama Ferdi menjadi Ferdinan Haba John, mengikuti tata pemberian nama di daerah tersebut di mana nama ayah dilekatkan di belakang nama anaknya. Sejak saat itu Ferdi yang suka pergi berburu bersama ayah dan abang-abangnya sering mengundang kami ke rumahnya untuk menikmati hasil buruannya.
Pada bulan Juli 2013 saya terkena tipes dan jatuh sakit. Karena satu-satunya petugas kesehatan di tempat tugas kami sedang pergi Ke Kabupaten Malinau, saya tidak mendapat perawatan medis dari puskesmas. Itu menyebabkan penyakit saya semakin parah. Ferdi bersama orang tua angkat saya dan rekan-rekan guru berusaha merawat saya dengan obat-obatan tradisional.. Saat itu Ferdi layaknya dokter sekaligus mandor yang mengurus saya. Dia akan mengawasi saya agar benar-benar memakan obat-obatan tradisional yang diberikan. Ada dua obat pemberian Ferdi yang membuat saya hampir muntah. Dia memaksa saya menghabiskan sepiring bubur yang telah dicampur dengan daging cacing tanah juga memaksa saya meminum empedu ulat klatang (sejenis ulat berkepala dua) yang rasanya sangat amis dan pahit. Karena sakit saya parah dan kondisi kesehatan semakin menurun, akhirnya kami memilih mencarter pesawat MAF (salah satu perusahan penerbangan misionaris yang beroperasi di daerah-daerah terpencil) untuk menerbangkan saya dari Desa Binuang menuju Kecamatan Krayan Induk demi mendapat perawatan di Puskesmas Long Bawan. Saat itu Ferdi bersama ayah angkat saya mendampingi saya terbang ke Kecamatan Krayan Induk. Di sana, bersama seorang gadis yang tentu merindukan kedatangan Ferdi, juga bersama rekan-rekan guru SM3T di Kecamatan Krayan, Ferdi mendampingi ayah angkat saya dalam urusan perawatan saya di puskesmas Long Bawan selama seminggu sampai saya sembuh.
Ada banyak sekali kenangan antara saya dan Ferdi saat bertugas di Desa Binuang, Kecamatan Krayan Selatan, Kabupaten Nunukan sebagai guru SM3T sejak bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan September 2013. Beberapa telah saya ceritakan, sebagian lagi saya abadikan di ruang ingatan. Di dalam semua itu Ferdi telah mengajarkan saya bagaimana menjalani hidup yang berguna bagi sesama manusia tanpa pamrih.
Di akhir tulisan ini saya ingin menceritakan lagi sebuah kejadian yang tiba-tiba begitu kuat menggenangi aula pikiran saya pada saat saya menulis tulisan ini. Saat kami berada di daerah tempat tugas yang terisolasi dari sarana komunikasi dan transportasi, kadang-kadang kami merasa kesepian. Lalu lahirlah rasa rindu kepada saudara dan keluarga yang berada nun jauh di sana, kepada desa dan kampung tempat kami dibesarkan. Salah satu hal yang biasa saya lakukan untuk menawar suasana demikian adalah dengan melihat foto keluarga dan kampung halaman sambil mendengar lagu kenangan. Lama kelamaan saya bosan dengan lagu-lagu koleksi saya yang itu-itu saja. Lalu saya meminta Ferdi untuk memberi saya lagu-lagu kenangan koleksinya. Ternyata semua lagu yang diberi Ferdi berbahasa Inggris. Sayangnya saya buta berbahasa Inggris. Meskipun demikian, ada beberapa lagu pemberiannya yang sangat saya sukai karena iramanya mendayu-dayu. Salah satunya adalah lagu karya Vince Gill berjudul Go Rest Hight on That Mountain. Saya sama sekali tidak tahu arti dari lagu tersebut tetapi sangat menyukainya. Oleh karena itu saya meminta kepada Ferdi untuk menjelaskan arti setiap liriknya. Di sebuah senja, Ferdi yang fasih berbahasa Inggris meluangkan waktunya untuk menjelaskan arti lirik-lirik lagu tersebut kepada saya, demikian:
Saya tahu hidupmu di bumi ini penuh dengan masalah
dan hanya kau yang bisa mengetahui kepedihannya
kau tidak takut menghadapi iblis
kau tidak merasa asing di bawah hujan
Oh, bagaimana kami menangis saat kau meninggalkan kami
Kami mengelilingi kuburan dan bersedih
Saya harap dapat melihat wajah para malaikat
Saat mereka mendengar suaramu yang manis bernyanyi
Pergi dan beristerahat dengan baik di gunung yang tinggi itu
Nak, pekerjaanmu di bumi telah selesai
Pergilah ke dalam surga
Cinta untuk Bapak dan Putranya
( Lagu itu bisa didengar di sini: Vince Gill: Go Rest Hight On That Mountain )
Pada bulan September 2013 kami meninggalkan negeri Borneo dan kembali ke Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya kami terpisah dalam kesibukan jalan hidup kami masing-masing. Ferdi menyelesaikan pendidikan profesi guru di Malang sedangkan saya menyelesaikan pendidikan profesi di Kupang. Setelah itu, seperti juga sahabat-sahabat yang lain, masing-masing kami memilih jalan untuk melayani, mengais rezeki, dan menyambung hidup. Lama kelamaan kami jarang bertukar kabar. Sekitar delapan tahun berlalu meninggalkan masa kebersamaan kami di Binung-Krayan Selatan tetapi kenangan setahun di tempat itu terlalu kuat mengikat ingatan. Sampai pagi ini, 11 November 2021, setelah bangun dari tidur saya menatap layar ponsel. Di sana bertaburan pesan duka dari orang-orang yang mencintai Ferdi. Ferdi telah dipanggil pulang kepada keabadian.
Selamat jalan Ferdi, sahabatku. Tugasmu di dunia ini telah selesai. Pergi dan beristerahat dengan baik di gunung yang tinggi itu. Pergilah ke dalam surga, cinta untuk Bapak dan Putranya. Kutulis kisah ini buat mengenangmu, seumpama sapu tangan rindu buat menyapu peluh kala ingatan kembali pulang pada deru kisah-kisah yang pernah kita tempuh. Di sana, di tiap kisah itu, tetap tersimpan sejumlah nilai yang kau tinggalkan kepada kaki-kaki yang masih melangkah dalam terik dunia fana.
Kupang, 11 November 2021
Jek Atapada
😢 banyak cerita ttg ferdi. Krna anaknya mudah bergaul dgn siapa saja. Smga tenang dalam keabadianmu fe. Kami hanya bisa mengenang dan mendo'akanmu.
ردحذفSenyuman nya selalu terlintas dalam benakku.
ردحذفSedih sekali baca tulisan ini,,
ردحذفSmoga sudaraku ferdi tenang di surga.....Tuhan jemputlah..
Kehilangan seorang sosok guru yg kreatif, sllu ingin berbagi (ilmu) dan mudah bergaul. Slmat jalan teman. Tuhan Yesus mnyambut mu
ردحذفPembuat gebrakan d dunia pendidikan
ردحذفCrita yg sgat bgus dan mginspirasi tapi Sedih sekali kk..
ردحذفDidikan, ketegasan, dan Keiklasannya meninggalkan banyak Kenangan. Sampai Jumpa di Yerusalem Baru Pak Guru����
ردحذفTurut berdukacita saudaraku, meskipun saya tidak mengenalmu Guru Ferdi, saya tahu kamu orang baik.
ردحذفSurga tempat mu bersama orang yang terpilih.
RIP pak Ferdy, Tenang dlm keabadian. Smngat juangmu dan dedikasimu menjadi inspirasi dlm dunia pendidikan Khususnya di NTT.
ردحذفTempatmu Rumah Bapa,guru terbaik dengan dedikasi yang luar biasa,😰 selamat jalan saudara 🙏🙏🙏
ردحذفRest in peace, brother.
ردحذفSelamat jalan Saudara Ferdi Haba
ردحذفMasih mengingatmu Pak Ferdy... Bahagia dlm Keabadian
ردحذفRiP
ردحذفإرسال تعليق
Jangan lupa tulis komentarmu di kolom komentar