Ranum
Kayan Mentarang[1]
masih genap di lubuk cenaku
Kisah
kecil di tangkai keningmu
Selalu kurangkak bersama bulir riak hulu sungai
Krayan
Di
babak-babak alir kisah yang merimbun impian
Bersama
kepul asap dapur yang hangat
Juga
tetes uap lubalaya dan lezat kuah tangayan[2]
Aku
bernostalgia kepada dayu lagu jangkrik yang paling malam di puncak Buduk Alit
Di
mana hasil buruan selalu rela untuk tiap lipatan rindu
Juga
lagu anak-anak sungai yang setia menuntun perut biduk
Dengan
deret kail dan ikannya
Sementara
pada tepian kerling bintang
Menggantung
mata anak adi[3]
dengan sumbu peta cahaya
Memberi
suar kepada pencari remah malam
yang
diam-diam merapal doa perburuan
Menembus
uap dingin yang gigil di pucuk-pucuk pohon
Menetes
mata bening embun
Semua
itu cerita tentangmu, Inam[4]
Yang
selalu kusimpan di rimba kenangku
Dalam
larik-larik rubayat yang sempat kujahit
di bibir kaki lima
Ketika
datang dan pergi jadi jalan yang tak menawar pilihan
Senyata-nyatanya
jejakmu berdendang
Dalam
bulir-bulir ingatan yang tumbuh di atas humus pembaringan
Kupang,
10 Desember 2019
[1] Kayan Mentarang: nama taman
nasional di Propinsi Kalimantan Utara
[2]
Lubalaya & tangayan: makanan khas masyarakat Kecamatan Krayan Selatan
Kabupaten Nunukan
[3] Anak Adi: sapaan untuk anak gadis
dalam bahasa Dayak Lundaye.
[4] Inam: Sapaan untuk ibu dalam bahasa Dayak
Lundaye
(Puisi ini masuk dalam peringkat 40 besar Lomba Menulis Puisi Nasional bertema kenangan yang diselenggarakan oleh @ikutlomba. https://ikutlomba.org/pengumuman-lmpn/)
إرسال تعليق
Jangan lupa tulis komentarmu di kolom komentar